A-Series GP

A-Series GP
Coder Machine

Rabu, 25 Januari 2012

Inkjet Coder-Printer

Inkjet Coder adalah alat yang digunakan untuk membuat:  Expire Date, Production Code, Batch Number, Logo, Barcode, dan lain-lain.








Ide awal pembuatan alat ini karena adanya permintaan dari salah satu produk minuman soda terkenal untuk memberikan "tanda" pada produk mereka. Kebutuhan untuk membuat Expire Date (Tanggal Kadaluarsa) yang dapat langsung diaplikasikan saat produksi sedang berlangsung dengan sedikit intervensi dari tenaga manusia menjadikan alat ini sangat praktis digunakan di berbagai sektor industri.

Salah satu Inkjet Coder yang dibuat pertama kali diberi nama DOMINO.

Sistem kerja inkjet coder atau sering disebut juga CIJ (Continuous Ink Jet) adalah sirkulasi ink dan solvent (Domino menggunakan istilah Make Up untuk menyebut solvent pencampur ini). Tinta dan solvent secara otomatis dicampur di dalam mesin kemudian dipompakan melewati tubing (selang) ke arah printhead. Pada printhead, tinta "diisi" muatan di charge electrode kemudian dipantulkan oleh deflector plate untuk membentuk karakter (huruf, angka, logo, barcode, dll). Sedangkan tinta yang tidak terisi muatan akan dihisap kembali kedalam mesin melalui gutter pipe.

Secara garis besar, sistem penggerak Inkjet Coder terbagi menjadi 2, yaitu: Electronic System dan Ink System. Di dalam Electronic System terdapat panel-panel elektronik yang digunakan untuk memasukan data-data yang diinginkan untuk di-print, misalnya tanggal, jam, dan lain-lain yang biasa disebut message. Selain itu juga terdapat tombol-tombol untuk melakukan setting (pengaturan) operasional.

Pada Ink System, terdapat Ink Reservoir (penampung tinta), make up reservoir (penampung make up), alat-alat yang digunakan untuk menggerakan tinta dan make up secara otomatis, seperti pencampuran tinta dan make up, pompa, filter, dan lain-lain. Pada ink system ini, Domino menggunakan motor pump mandiri yang berada di dalm mesin dan tidak menggunakan factory air ataupun membrane untuk memompa tinta dan make up.

Domino memiliki original system yang disebut:

1. Auto Start/Stop
Sistem ini sering juga disebut auto flushing. Domino menggunakan sistem ini pada saat Start up awal, yaitu
selang-selang yang tadinya berisi make-up pelan-pelan akan terisi tinta untuk selanjutnya dapat digunakan untuk print. Sedangkan pada saat Stop adalah kebalikannya, selang-selang yang tadinya berisi tinta akan
didorong masuk kembali ke dalam Ink Reservoir dan akan diisi oleh Make up. Make up akan tetap berada di dalam selang pada saat mesin off atau mati. Hal ini membuat aman kondisi mesin meski tidak digunakan dalam waktu lama. Tidak akan terjadi blockage/mampat pada  ink system. Hal yang harus diperhatikan agar mesin dapat langsung digunakan setelah "beristirahat" dalam waktu lama adalah pada saat mematikan mesin harus PROSEDURAL mengikuti SOP (Standard Operational Procedure). Satu kelebihan yang dapat dicatat, Domino Inkjet Coder benar-benar menggunakan Real Auto Flushing. Flushing benar-benar dilakukan secara mandiri otomatis oleh mesin. Setelah proses flushing selesai, Tinta dan Make up akan kembali ke dalam ink reservoir. Selang-selang akan tetap terisi oleh sebagian Make up agar selalu bersih dari tinta dan tidak akan kering.

2. Auto Sealed Nozzled
Auto Sealed Nozzle adalah alat yang terdapat pada Domino Inkjet Coder yang berfungsi untuk menutup nozzle secara otomotatis jika tidak terdapat tegangan/arus listrik pada mesin. Pada kondisi normal, alat ini bekerja pada saat mesin off. Nozzle akan secara otomatis tertutup untuk mengindari masuknya partikel asing, keluarnya make up dari selang, dan tersumbatnya selang karena udara luar masuk ke dalam mengakibatkan tinta kering. Sedikit informasi, nozzle adalah salah satu bagian mesin yang digunakan untuk membentuk besar atau kecil butiran tinta. Auto sealed nozzle ini sudah menjadi hak  paten dari sistem kerja Domino.


Domino memiliki berbagai varian sesuai dengan kebutuhan, yaitu:

1. Small Character Coder (CIJ): A-Series Classic, A-Series Plus, A-Series GP (hingga 5 baris print), A-Series Foodgrade, A-Series Plus Duo (hingga 8 baris print), Pinpoint (40 micron nozzle), eggcoder. Biasanya digunakan pada primary packaging (kemasan primer) atau dapat juga print langsung pada produk (foodgrade).Ada banyak pilihan tinta yang dapat digunakan pada Domino Inkjet Coder tergantung dari jenis material substrate  kemasan: MEK (Methyl-Ethyl-Katone), Acetone, Pentanone, water, dll.

                                               A-Series Classic Range:


                                                A-Series GP:


                                                  A-Series Plus:


                                                   A 400 (A-Series Classic range):      


                                                    A-Series Classic:

                                                    A-Series Plus (USB and Web Server built in):
  

                                                      G-Series:
          

2. Large Character Coder (DOD atau Drop on Demand): Macrojet, CaseCoder, C-Series (Low-Res), C-Series Plus (Hi-Res. hingga 300dpi). Biasanya digunakan pada kemasan sekunder (box atau carton besar). Sistem DOD ini berbeda dengan CIJ. Coder jenis DOD tidak melakukan sirkulasi pada tinta dan tidak menggunakan make up atau solvent. Untuk jenis coder DOD, terdapat pilihan based  tinta: water (low-res) dan oil based (hi-res).

                                          C-Series Plus (Hi-Resolution):

                                      
                                          C-Series (Low Resolution):


                                             C-Series Plus (Remote Head):
  
                                                  
                                              Macrojet:


                                                 CaseCoder:


                                                   M-Series (untuk Label):
                                              

Pada perkembangannya, Domino juga memiliki varian lain selain CIJ dan DOD, yaitu: Laser coder, TIJ (Thermal Ink Jet), Label, dll. Untuk melengkapi referensi, dapat dilihat pada inkjetcoderdomino.wordpress.com dan www.domino-printing.com, atau jika tertarik untuk menggunakan alat ini pada produk anda, hubungi widodo_prasetyo@zi-id.com

.........open the door and get inside.........

Selasa, 28 Juni 2011

Kuis Visit Indonesia 2011-Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia mengadakan kuis untuk lebih mengenal Indonesia. Caranya gampang, kumpulkan poin sebanyak-banyaknya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan secara online (maksimal 5 pertanyaan setiap hari) dan undang teman sebanyak-banyaknya untuk mengikuti kuis ini.

Kuis ini berlangsung dari tgl 26 Juni - 12 July 2011
Hadiahnya lumayan menarik untuk yang senang jalan-jalan: wisata ke Pulau Komodo 3 hari 2 malam untuk 5 orang pemenang (Hadiah termasuk tiket, akomodasi, dan uang saku), 1 Digital Photo Frame, 2 Digicam, 3 IPOD Shuffle dan 10 Flashdisk yang akan diundi secara mingguan.

Salah satu cara yang bagus untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Terlebih lagi jika hadiahnya ditambah, pasti akan lebih banyak yang mengikuti kuis ini.

Bravo Pariwisata Indonesia!!!

Untuk info lebih lengkap dan mengikuti kuis, silahkan klik:

Kamis, 26 Mei 2011

Keroncong Tugu


Asal-usul

Akar keroncong berasal dari sejenis musik Portugis yang dikenal sebagai fado yang diperkenalkan oleh para pelaut dan budak kapal niaga bangsa itu sejak abad ke-16 ke Nusantara. Dari daratan India(Goa) masuklah musik ini pertama kali di Malaka dan kemudian dimainkan oleh para budak dariMaluku. Melemahnya pengaruh Portugis pada abad ke-17 di Nusantara tidak dengan serta-merta berarti hilang pula musik ini. Bentuk awal musik ini disebut moresco (sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka agak lamban ritmenya), di mana salah satu lagu oleh Kusbini disusun kembali kini dikenal dengan nama Kr. Muritsku, yang diiringi oleh alat musik dawai. Musik keroncong yang berasal dari Tugu disebut keroncong Tugu. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Pada sekitar abad ke-19 bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya. Masa keemasan ini berlanjut hingga sekitar tahun 1960-an, dan kemudian meredup akibat masuknya gelombang musik populer (musik rock yang berkembang sejak 1950, dan berjayanya musik Beatle dan sejenisnya sejak tahun 1961 hingga sekarang). Meskipun demikian, musik keroncong masih tetap dimainkan dan dinikmati oleh berbagai lapisan masyarakat di Indonesia dan Malaysia hingga sekarang.


Alat-alat musik

Dalam bentuknya yang paling awal, moresco diiringi oleh musik dawai, seperti biolaukulele, serta selo. Perkusi juga kadang-kadang dipakai. Set orkes semacam ini masih dipakai oleh keroncong Tugu, bentuk keroncong yang masih dimainkan oleh komunitas keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang kemudian berkembang ke arah selatan di Kemayoran dan Gambir oleh orang Betawi berbaur dengan musik Tanjidor (tahun 1880-1920). Tahun 1920-1960 pusat perkembangan pindah ke Solo, dan beradaptasi dengan irama yang lebih lambat sesuai sifat orang Jawa.
Pem-"pribumi"-an keroncong menjadikannya seni campuran, dengan alat-alat musik seperti
Saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong mencakup
  • ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B dan E; sebagai alat musik utama yang menyuarakan crong - crong sehingga disebut keroncong (ditemukan tahun 1879 di Hawai, dan merupakan awal tonggak mulainya musik keroncong)
  • ukulele cak, berdawai 4 (baja), urutan nadanya A, D, Fis, dan B. Jadi ketika alat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F);
  • gitar akustik sebagai gitar melodi, dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi);
  • biola (menggantikan Rebab); sejak dibuat oleh Amati atau Stradivarius dari Cremona Itali sekitar tahun 1600 tidak pernah berubah modelnya hingga sekarang;
  • flute (mengantikan Suling Bambu), pada Era Tempo Doeloe memakai Suling Albert (suling kayu hitam dengan lubang dan klep, suara agak patah-patah, contoh orkes Lief Java), sedangkan pada Era Keroncong Abadi telah memakai Suling Bohm (suling metal semua dengan klep, suara lebih halus dengan ornamen nada yang indah, contoh flutis Sunarno dari Solo atau Beny Waluyo dari Jakarta);
  • selo; betot menggantikan kendang, juga tidak pernah berubah sejak dibuat oleh Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600, hanya saja dalam keroncong dimainkan secara khas dipetik/pizzicato;
  • kontrabas (menggantikan Gong), juga bas yang dipetik, tidak pernah berubah sejak Amati dan Stradivarius dari Cremona Itali 1600membuatnya;
Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bas. Gitar yang kontrapuntis dan selo yang ritmis mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornamen bawah. Flut mengisi hiasan atas, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong.
Bentuk keroncong yang dicampur dengan musik populer sekarang menggunakan organ tunggal serta synthesizer untuk mengiringi lagu keroncong (di pentas pesta organ tunggal yang serba bisa main keroncong, dangdut, rock, polka, mars).



Jenis keroncong


Musik keroncong lebih condong pada progresi akord dan jenis alat yang digunakan. Sejak pertengahan abad ke-20 telah dikenal paling tidak tiga macam keroncong, yang dapat dikenali dari pola progresi akordnya. Bagi pemusik yang sudah memahami alurnya, mengiringi lagu-lagu keroncong sebenarnya tidaklah susah, sebab cukup menyesuaikan pola yang berlaku. Pengembangan dilakukan dengan menjaga konsistensi pola tersebut. Selain itu, terdapat pula bentuk-bentuk campuran serta adaptasi.
(sumber: wikipedia.org)



Kampung Tugu, Menyimpan Kenangan Sejarah

DI mana sebenarnya Kampung Tugu? Tempat lahirnya Keroncong Tugu itu terletak di sebelah timur Kota atau sebelah tenggara Tanjung Priok. Dari Cakung, lebih mudah menemukan lokasi itu, susuri saja jalan Cakung-Cilincing. Di kawasan berikat nusantara Cakung, di tengah kepungan pabrik dan ratusan kontainer, di sanalah letak Kampung Tugu. Kini, jalan yang melintas di depannya bernama Jalan Raya Tugu.
MENURUT warga sekitar, Kampung Tugu dulu bisa ditempuh melalui air. Orang biasa naik dari Pasar Ikan lalu menyusur pantai Cilincing, masuk ke Marunda dan belok melalui Kali Cakung hingga sampai ke Kampung Tugu. Sekarang, bingung arah rasanya jika harus melalui jalan air itu, apalagi sampan-sampan yang memasuki Kali Cakung tak berfungsi lagi sejak tahun 1942, sejak kedatangan Jepang.
Mengapa disebut Kampung Tugu? Menurut kabar, pada tahun 1878 di suatu tempat di Tugu, pernah ditemukan sebuah batu berukir yang kemudian dikenal sebagai Prasasti Tugu. "Waktu itu, orang yang menemukannya merasa heran karena dalam batu seperti ada ceritanya, dari bahasa Sanskerta yang katanya ditulis oleh orang Hindu pada abad keempat. Karena itu, tempat ini akhirnya dinamakan Kampung Tugu," jelas Fernando Quiko (57), seorang warga Kampung Tugu keturunan Portugis generasi ke sembilan.
M Isa, pemandu wisata sejarah dari Museum Sejarah Jakarta, yang juga alumnus Jurusan Sejarah Universitas Indonesia, mengatakan, Prasasti Tugu sebenarnya ditemukan di Sukapura, tepatnya di sebelah timur Pelabuhan Tanjung Priok, di selatan perkampungan orang keturunan Portugis Tugu.
Dalam Buku Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta terbitan Yayasan Cupta Loka Laraka 1997 karangan Adolf Heuken SJ, disebutkan bahwa Prasasti Tugu merupakan peninggalan arkeologis paling tua, yang membuktikan pengaruh Hindu di Jawa Barat. Batu-batu besar serupa, yang bertuliskan nama Raja Purnawarman, ditemukan di tempat-tempat lain di Jawa Barat. Raja ini memerintah sebuah kerajaan yang disebut Taruma(negara).
"Nama itu mungkin berkaitan dengan nama Ci-tarum, yang kini melalui Bendungan Jatiluhur dan bermuara di Laut Jawa, 20 kilometer timur laut dari Tugu," tulis Heuken.
Di Kampung Tugu, saat ini masih tersisa orang keturunan Portugis. Beberapa rumah bergaya Betawi dengan sentuhan Portugis masih berdiri di sana, termasuk rumah yang pada tahun 1661 digunakan sebagai tempat berkumpul untuk berlatih Keroncong Tugu.
Fernando mengatakan, tahun 1661 awal mula kedatangan orang Portugis di Jakarta. "Dulu, semua orang di sini berbahasa Portugis dalam waktu cukup lama, diselingi bahasa Melayu kasar. Lalu, ada Pendeta Leideckers yang berdiam di Tugu tahun 1978. Dialah yang memperkenalkan bahasa Indonesia," katanya.
GEREJA Tugu di Kampung Tugu saat ini masih berdiri tegak dengan bentuk bangunannya yang asli meski telah beberapa kali direnovasi. Sepintas, bentuk bangunannya memang sangat sederhana. Dinding gereja dicat putih, dengan jendela dan pintu berwarna coklat. Di depan gereja terdapat kuburan, konon, pendiri Gereja Tugu, Melchior Leydecker, dimakamkan di situ.
Gereja yang dibangun tahun 1678 tersebut awalnya terbuat dari kayu, namun lama kelamaan rusak dan lapuk. Tahun 1738, gereja diperbaiki dan disebut sebagai Gereja Tugu yang kedua. Lonceng yang dibangun di sisi gereja makin melengkapi penampilan gereja kedua ini.
Menurut Fernando, yang merujuk cerita beberapa kakek buyutnya, pembangunan Gereja Tugu yang ketiga dimulai pada tahun 1744. "Tahun 1940 ada pemberontakan China dan gereja dirusak. Waktu itu, Tugu tidak mempunyai gereja lagi. Saat itu, ada seorang Belanda bernama Justinus Vinck yang menjadi tuan tanah di Cilincing. Di zamannyalah dibangun gereja yang ketiga," paparnya.
Gereja ketiga dibangun tidak persis di lokasi semula, namun beberapa ratus meter dari gereja yang dirusak. Menurut beberapa warga, lonceng gereja yang ada saat ini adalah sama dengan lonceng yang dibuat bersama gereja kedua. Namun, menurut beberapa pemandu wisata sejarah dari Museum Sejarah, lonceng besar di sisi gereja saat ini bukan yang asli.
"Lonceng ini sebenarnya tiruan, yang asli disimpan," kata Ujo, seorang pemandu.
Bagi penikmat wisata sejarah, Gereja Tugu masih berdiri kokoh dan setiap hari Minggu dipenuhi nyanyian dari para jemaat warga sekitar.
Kampung Tugu menyimpan sejuta kenangan sejarah. Bahkan, di sana sempat dikenal juga beberapa makanan khas, seperti gado-gado tugu, dendeng tugu, dan pindang serani tugu. Yang paling kerap dibicarakan orang mengenai Kampung tugu, barangkali, adalah Keroncong Tugu (ejaan saat awal berdiri Keroncong Toegoe). Keroncong sendiri sebenarnya adalah alat bermain musik semacam gitar berdawai.
Fernando kembali bertutur. Menurut cerita yang dia dengar, keroncong yang pertama didatangkan ke Tugu dibuat di Portugis dengan bahan dari kayu Ahorn. Bentuknya mirip gitar, namun lebih kecil. Ada sebuah lagu sederhana yang kerap dimainkan saat terang bulan dan diberi nama Lagu-Kroncong, dalam bahasa Portugis dinamakan Moresco.
Ada lima jenis Keroncong Tugu, baik yang berdawai lima atau enam. Lambat laun, nama Keroncong Tugu dikaitkan dengan sebuah grup menyanyi. Tempat orang-orang Tugu zaman dulu bermain, kini dijadikan tempat untuk menyimpan jenis-jenis alat musik keroncong. Tempat itu ditinggali oleh seseorang yang juga masih keturunan Portugis.
Penasaran ingin melihat keroncong tugu?





Minggu, 13 Maret 2011

New Concept of Wayang Performance - Javanese Puppetry

              Taken from "Jabang Tetuko"
Wayang (Javanese Puppetry) has a special sense connection with Javanese People. At this time, most of people try to make a new concept about the performances. One of them would perform in Jakarta on March 19, 2011. The concept collaborated between movie, wayang orang, wayang kulit and orchestra. The fragmented story will  show in different way. What a nice fantastic to see the fighting moved from wayang kulit to wayang orang then movie with a fantastic orchestra which bring us to a live performing.

The story is about Jabang Tetuko (Tetuka), we know as well as Gatotkaca when he's growing up. Jabang Tetuko is a Werkudara's (Bima) son, one of Pandawa Lima (Five Pandawa) heroes. Since he was young, Jabang Tetuko has so many power inside. His body made of many kind of metal and God's weapons. He can fly and no no one can kill him with many weapons. Except Cakra (a kind of an arrow weapon) which used to cut his placenta when he was born.

This story would performed 3 times (11 am, 4 pm, 8 pm) at The Hall-Senayan City, Jakarta. Hope this concept could bring a new atmosphere on Javanese Tradition, especially Wayang and so the next generation would loves it and keep it alives. Bravo to Saraswati Nusantara...

For more information, please check on www.jabangtetuko.com